Keragaman sisiokultural daerah-daerah Jawa pada umumnya hampir
terdapat adanya kesamaan jenis kesenian tradisi rakyat maupun tradisi
kraton dan berkembang bagi masyarakat heterogen dan non heterogen,
seperti Seni Pertunjukan, Seni Rupa dan Seni Media Rekam (seni
dokumentasi menggunakan media elektronik). Dari tiga kategori/jenis
kelompok kesenian mempunyai daya tarik maupun hasil yang berbeda karena
menggunakan media yang berlainan. Ketiga kelompok kesenian tersebut
memiliki bentuk tidak sama satu dengan yang lainnya, salah satunya Seni
Pertunjukan.
Seni pertunjukan merupakan jenis kesenian dalam bentuk penyajian
karya seni untuk menyampaikan gagasan yang berkaitan dengan filosofi
kehidupan manusia sebagai makhluk individu maupun sosial. Adapun jenis
seni pertunjukan adalah seni musik, seni tari, seni karawitan, seni
pedalangan, dan seni teater. Secara umum seni pertunjukan yang diminati
daerah berbasis etnis Jawa Timuran maupun Jawa Tengahan/Mataraman,
seperti Wayang Topeng Malang, Reog Ponorogo, Wayang Gaya Surakarta,
Wayang Golek Menak Mataram, Purwodadi dan Blora yang sekarang terkenal
dengan seni Tayubnya dan diangkat sebagai seni identitas. Di samping
tayub ada Kethoprak, Wayang Kulit dan dangdut juga digemari (widodo,
1995:28). Demikian pula dengan masyarakat Jombang, mereka mempunyai
berbagai macam bentuk kesenian rakyat yang berbeda, baik kesenian yang
bersifat tradisi maupun yang modern (budaya pop) dan berkembang sesuai
dengan peradaban jaman.
Sedangkan sajian pergelaran karya seni tradisi maupun yang modern
oleh para seniman dapat dilakukan dengan cara meniru dalam konteks
tradisi atau bersifat pengembangan tanpa meninggalkan norma etika yang
sudah disepakati sebelumnya. Di masa lampau sampai sekarang kesenian
tersebut sangat popular dan eksistensinya begitu melekat pada masyarakat
penggemarnya.
Ditinjau dari daerah pementasannya. Kabupaten Jombang terdapat dua
kategori seni pertunjukan, yaitu pertunjukan yang bersifat umum dan
lokal. Pertunjukan yang bersifat umu adalah jenis seni pertunjukan yang
digemari oleh masyarakat daerah dalam cakupan luas, seperti wayang
kulit, ludruk, dangdut dan musik pop. Sedangkanan kesenian yang bersifat
lokal adalah bentuk-bentuk kesenian rakyat yang dipertunjukkan khusus
dalam lingkungan atau golongan masyarakat tertentu, seperti tayub,
sandur, jaran kepang dan sebagainya.
Pada umumnya orang Jombang jika mempunyai hajat dilakukan dua hari
dua malam; hari pertama disebut ruwah ngaturi, hari kedua disebut
byung/byunge atau dhenge gawe. Bagi para tamu undangan melalui
selembaran kartu disebut atur ulem. Pada waktu hari H para tamu
mendatangi tempat hajatan disebut buwuh, sedangkan bulan yang dipilih
untuk hajatan pada bulan Jawa dianggap baik yaitu bulan, badamulut,
Jumadilawal, jumadilakhir, rejeb. syawal dan besar. Menurut kepercayaan
orang Jawa bulan tersebut adalah bulan ijabah, jika punya gawe pada
bulan-bulan tersebut mendapat barokah dari Yang Maha Kuasa. Kebiasaan
menanggap diadakan pada hari keduanya/byunge, karena malam itu merupakan
malam puncak acaranya. Mereka menanggap bukan untuk keramaian dan
kesenangan saja melainkan juga untuk mengangkat status sosial mereka
(Suyanto, 2002:12). Jenis kesenian yang biasa ditanggap dan yang paling
digemari oleh masyarakat dari kalangan menengah kebawah sampai menengah
keatas, yaitu ludruk, dangdut dan wayang kulit.
Kesenian ludruk merupakan seni favorit sekaligus diyakini masyarakat
bahwa kesenian ini lahir di Kabupaten Jombang. Jika tulisan tentang
ludruk didaerah Surabaya sekitar Tahun 1968, yang terdapat dua grup
popular, yaitu Ludruk Marhen dan Ludruk Tresna Enggal, di daerah Malang
Selatan pada Tahun 1948 telah berdiri grup ludruk terkenal, yaitu Ludruk
Tresna Warga (Supriyanto, 1992:17). Maka menurut hasil wawancara dengan
Kepala Seksi Budaya Kantor PARBUPORA Bapak Nasrul llah di Jombang sudah
ada kesejnian Ludruk sejak tahun dan sebelum tahun 1925.
Masyarakat Jombang juga menggemari dangdut, selain dipertunjukkan di
keramaian seperti pasar malam, peringatan HUT RI, promosi atau royal
pabrik juga sering ditanggap oleh perorangan dalam hajatan tertentu.
Yang bisa menanggap dangdut sebagaian besar dari kalangan masyarakat
pedesaan yang budaya Jawanya tidak begitu kental. Dangdut sangat
digemari oleh muda-mudi pedesaan, sebaliknya masyarakat kota tidak
begitu banyak menggemari musik dangdut (Suyanto, 2002:13). Ceres
Pioquinto (1995) pada saat mengamati dangdut dalam perayaan sekaten di
Surakarta Tahun 1991, memberikan peringatan bahwa istilah dangdut
merupakan ejekan kaum atas dan kaum intelektual. Bahwa dangdut tidak
lebih dari mainan anak-anak dengan suara ketupan dan krincingan, dangdut
diinterpretasikan sebagai kalangan kesenian rendah/kampungan
(Pioquinto, 1995:59).
Di sisi lain daerah Jombang masih banyak golongan masyarakat yang
bertahan dan menyukai kesenian yang tidak kalah menarik serta digemari,
yaitu wayang kulit Gaya Surakarta dan wayang kulit Gaya Jawa Timuran
(Cek-dong). Jenis kesenian ini pada kenyataannya lebih fleksibel dari
kesenian lain yang digemari dan dipergelarkan atau ditanggap dalam
berbagai macam acara, seperti resepsi perkawinan, khitan, nadar, ruwatan
sukerta, ruwatan masai, sedekah desa dan sebagainya.
Jadi daerah Jombang pada dasarnya adalah merupakan masyarakat
multikultur yang memiliki berbagai macam bentuk seni pertunjukan yang
bersifat umum maupun lokal. Hal tersebut merupakan manivestasi keragaman
budaya yang menujukkan khasanah budaya masyarakat Jombang, diantara
beberapa kesenian tradisional yang ada di daerah Jombang, pakeliran
wayang kulit (seni pedalangan) Gaya Jawa Tengah maupun Gaya Cek-Dong
adalah satu-satunya bentuk kesenian rakyat (termasuk kategori karya
sastra) yang tetap dapat bertahan dan berkembang dari dahulu sampai
sekarang dan tentu saja dengan dukungan berbagai pihak, walaupun
terdapat banyak hal tumbuh dan berkembangnya peradaban dewasa ini.
sumber: http://jawatimuran.wordpress.com/2012/07/28/seni-pertunjukan-masyarakat-jombang/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar